Minggu, 18 Maret 2012

Yang Tak Boleh Dilakukan Tukang GigiBerdasarkan Permenkes Baru

Dalam peraturan baru
Menteri Kesehatan, tukang gigi dilarang
melakukan pelayanan kesehatan gigi dan
mulut. Lalu sebenarnya apa saja
wewenang yang boleh dilakukan oleh
tukang gigi?
"Pekerjaan tukang gigi hanya membuat
gigi tiruan lepasan dan akrilik, sebagian
atau penuh dan memasang gigi tiruan
tersebut," ujar dr H R Dedi Kuswenda,
MKes, direktur Bina Upaya Kesehatan
Dasar Ditjen BUK Kemenkes, dalam temu
media di Gedung Kemenkes, Jakarta,
Sabtu (17/3/2012).
Sementara itu dr Dedi menuturkan ada
larangan untuk tukang gigi, yaitu:
1. Dilarang melakukan penambalan gigi
dengan tambalan apapun
2. Dilarang memasang gigi tiruan cekat,
mahkota
3. Dilarang menggunakan obat-obatan
yang berhubungan dengan tambalan tetap
atau sementara
4. Dilarang melakukan pencabutan gigi
dengan atau tanpa suntikan
5. Dilarang melakukan tindakan medis
6. Dilarang mewakilkan pekerjaan pada
siapapun.
"Fakta dilapangan banyak tukang gigi yang
tidak memiliki izin tapi melakukan praktek
mandiri seperti mencabut atau pasang
behel. Terus terang kita enggak memberi
izin, karena memang tidak ada izin baru
untuk tukang gigi," ujar dr Dedi.
dr Dedi mengungkapkan dalam Permenkes
No 339/MENKES/PER/V/1989 tukang
gigi yang sudah punya izin berdasar
Permenkes No 53/DPK/I/K/1969 wajib
mendaftarkan diri kembali atau perbaruan
izin dari waktu itu untuk jangka waktu 3
tahun dan bisa diperpanjang hingga usia
65 tahun.
"Sebetulnya itu suatu kelanjutan mulai dari
tahun 1969 sampai 1989, maka
sesungguhnya kementerian kesehatan tidak
memberikan izin baru sejak itu, selain
tukang izin yang sudah dapat izin. Kalau
kita lihat sekarang mungkin usianya sudah
ada yang lebih dari 65 tahun dan tidak
boleh praktik lagi," ungkapnya.
Sementara itu drg Zaura Rini Anggraeni,
MDS selaku Ketua Umum Pengurus Besar
Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PB
PDGI) menuturkan efek atau akibat dari
tindakan tukang gigi ini faktanya mulai dari
efek samping ringan hingga berat.
"Yang dipikirkan saat ini adalah
keselamatan pasien khususnya jika tindakan
di bawah standar. Akibatnya bisa terlihat
di rongga gigi atau penularan penyakit dan
lainnya," ujar drg Zaura.
Saat ini banyak tukang gigi dalam
plangnya menyebutkan melayani hal-hal
yang diluar ketentuannya. Padahal tindakan
itu memerlukan pemahaman dasar ilmu
pengetahuan serta kompetensi
keterampilan.
"Masyarakat menganggap ke dokter gigi
biaya berobatnya tinggi sekali, jadi mungkin
masyarakat pergi ke tukang gigi yang
biayanya lebih ringan, tapi hal ini bisa
timbul akibat yang nantinya justru
membutuhkan biaya lebih tinggi lagi,"
ungkapnya.
Tidak semua perawatan gigi itu mahal,
ada yang murah dan terjamin seperti di
puskesmas murah, bermutu dan
terjangkau, di rumah sakit pemerintah atau
rumah sakit gigi dan mulut yang terdapat
di semua fakultas kedokteran gigi. Bahkan
di beberapa daerah ada yang
menggratiskan biaya dokter gigi, jadi tidak
selamanya mahal.
"Kalau di swasta tentu harganya lebih
mahal, tapi kalau di rumah sakit
pemerintah relatif murah dan pelayanannya
bermutu. Karena semua dokter gigi yang
berpraktek sudah melewati uji kompetensi,"
ujar drg Zaura.
drg Zaura menjelaskan wewenang dari
tukang gigi ini dibatasi pada pembuatan
dan pemasangan gigi akrilik yang bukan di
atas akar gigi, jadi hanya boleh yang
lepas pasang dan bukan yang ditempel.
"Harus dilakukan pengawasan sehingga
nantinya tidak merugikan masyarakat dan
pelayanan kesehatan gigi harus dilakukan
dengan benar agar pasien tidak tertular
penyakit yang tidak diinginkan seperti
hepatitis atau HIV/AIDS," ungkapnya.
Tukang gigi yang saat ini masih memiliki
izin praktik akan dikembalikan ke
ketentuannya semula yang hanya membuat
gigi tiruan dari akrilik, sebagian atau
penuh yang bisa dilepas-lepas.
Sementara itu dr Dedi menturkan Kadinkes
Provinsi Kabupaten/Kota harus membina
para tukang gigi yang masih terdaftar
dibina tingkat Puskesmas, diberikan formulir
untuk didata lebih baik lagi dan diharapkan
bisa bekerja sama dengan teknisi gigi yang
telah teregistrasi di majelis tenaga
kesehatan Indonesia dan Provinsi.

0 komentar:

Posting Komentar